Berita

REFLEKSI SEBUAH PERJALANAN

Eropa
Perjalanan ke Eropa
189views

Perjalanan ke Eropa menemani suami melakukan pelayanan dan sharing visi – merupakan sesuatu yang saya impikan.  Apalagi menemani suami untuk melayani di suatu tempat dan melihatnya berkhotbah serta diterjemahkan ke bahasa setempat, itu sesuatu yang baru bagi saya.

Karena anugerah dan berkat Tuhan, pada pertengahan bulan April – Mei yang lalu, kami mendapat kehormatan untuk mengunjungi beberapa negara di Eropa. Di antaranya Belanda, Jerman, Belgia, Austria, juga Italia. Karena anugerah Tuhan juga, DIA menggerakkan hati kerabat/keluarga juga teman-teman, sehingga perjalanan kami menjadi  ekonomis. Karena mereka  membuka pintu rumah mereka sehingga kami dapat tinggal di sana, yang otomatis tentu saja memotong biaya untuk tempat tinggal dan makan.

Apalagi mereka dengan murah hati juga mengajak kami melihat-lihat keindahan alam ciptaan Tuhan. Bahkan melihat bangunan-bangunan bersejarah yang wajib dilihat dan menjadi ikon di negara-negara tersebut. Yang biasanya hanya kami lihat di gambar-gambar, kalender atau di televisi. Kali ini kami saksikan dengan mata dan kepala sendiri. How great and generous is our God.

Hal yang paling berkesan bagi saya adalah ketika kami mengunjungi kota Roma, kota yang penuh dengan sejarah dan bangunan-bangunan megah dan jalan-jalan kotanya. Kota yang menurut apa yang saya baca, menduduki peringkat ke-14 yang paling banyak dikunjungi di dunia, dan ke 3- yang paling banyak dikunjungi di antara negara-negara Uni-Eropa karena kaya akan warisan sejarah dan budaya.

Menurut mitologi Romawi, kota ini dibangun sekitar tahun 753 SM. Pada akhirnya kota ini menjadi ibukota kerajaan Romawi, Republik Romawi dan kekaisaran Romawi. Serta dipandang sebagai salah satu tempat kelahiran peradaban barat dan dipandang sebagai metropolis pertama oleh beberapa kalangan. Kota ini disebut sebagai Roma Aeterna (Kota abadi) dan Caput Mundi (Ibukota dunia), dua konsep sentral dalam budaya Romawi kuno (Wikipedia.org)

Rasul Petrus
Rasul Paulus

 Dengan menyusuri jalan-jalan di kota Roma, kami menjumpai banyak bangunan besar dan indah, gereja-gereja yang ada hampir di setiap sudut kota penuh dengan hasil karya para seniman, pelukis, pemahat dan arsitek-arsitek terkenal. Pada masa itu mereka menjadikan Roma sebagai pusat kegiatan mereka. Sehingga menciptakan beragam adikarya di seluruh kota. Setiap kali kami berdecak kagum ketika masuk dan menikmati keindahan bangunan-bangunan bersejarah tersebut.

Betapa Tuhan memberikan karunia dan talenta kepada para seniman yang hasilnya masih dapat kita nikmati sampai saat ini. Ketika lelah karena perjalanan ‘berjalan kaki’ – kami duduk-duduk sambil minum kopi dan menikmat seniman masa kini (pengamen jalanan) yang menghibur dengan musik-musiknya yang berkelas, dengan alat musik yang tidak biasa, yaitu harpa dan akordion, biola, juga Cello (yang setahu saya, hanya dapat saya temui ketika menghadiri orkestra). Suatu hal yang langka kita nikmati di negeri sendiri.

Memasuki Basilika Santo Petrus-Vatikan, kami harus antri lumayan panjang, sebelum melalui X-ray (seperti di bandara). Sungguh luar biasa, dengan tertib dan sopan (karena tidak diperbolehkan menggunakan celana pendek/baju yang terbuka) para pengunjung masuk dan menikmati keindahan gereja yang memiliki ketinggian interior hingga 120 meter (sebagai perbandingan: ketinggian ini cukup untuk membuat  pesawat ruang angkasa dan roket pendorongnya berdiri di dalamnya). Basilika Santo Petrus berdiri di atas situs tradisional di mana Petrus, yang diakui dan dianggap oleh gereja Katolik sebagai Paus pertama, juga Rasul pertama yang  disalibkan dan dikuburkan. Michelangelo dan Bernini adalah seniman yang karyanya banyak dipakai dalam rancangan bangunan ini.

Di sana kami juga memperhatikan “jendela”, tempat di mana biasanya Paus menampakkan diri dan memberkati para jemaat yang hadir. Ada juga chapel Sistine yang terkenal – saya teringat cerita yang pernah saya baca tentang chapel ini, karena makna di balik kisah ini begitu dalam. Ketika Michaelangelo ingin melukis di bagian atas kubah chapel ini dengan hati-hati dan penuh kesungguhan, sang asisten mengatakan,”Sepertinya, anda tidak perlu melukis dengan seksama di bagian itu, karena toh…tidak ada orang yang akan tahu dan memperhatikannya.” Tetapi Michaelangelo menjawab,”Tuhan tahu dan saya juga tahu.”

Basilika Santo Petrus
Basilika Santo Petrus 1

Selain, Trevi Fountain, Colosseum, Spanish Steps, Menara miring Pisa,  dan masih banyak tempat lainya; tempat yang juga kami kunjungi adalah Gedung yang super besar “Pantheon”, yang awalnya dibangun sebagai sebuah kuil untuk semua dewa Romawi pada tahun 125 SM tetapi kemudian berfungsi sebagai Gereja katolik Roma sejak abad ke 7. Bangunan ini sungguh luar biasa besar dan memiliki kubah beton dengan bagian yang terbuka berbentuk lingkaran di bagian atasnya (oculus) yang dapat melihat ke langit. Sehingga ketika hujan, air dapat masuk, tetapi sudah dibuat saluran sedemikian rupa sehingga air tidak menggenang. Pantheon telah berusia lebih dari 2,000 tahun tetapi masih tetap berdiri megah sampai sekarang.

Gereja
Pantheon

Ketika saya bertanya, mengapa “Pantheon” ini dibuat amat sangat besar dan indah. Sahabat masa kecil saya ini pun menjawab,”Mereka membuatnya bagi para dewa yang  mereka anggap besar, hebat dan berkuasa. Karena itu mereka merasa harus membuat yang terbaik, terindah dan dengan bahan-bahan yang terbaik.” Jawabannya membuat saya merenung dan merefleksikan diri. Sudahkah saya melakukan dan memberikan yang terbaik bagi Allah. Tuhan yang adalah Raja dan pencipta alam semesta, Allah yang dahsyat dan perkasa tetapi juga mengasihi saya. Hari itu kami pulang dan sebelum beristirahat berdoa bersama sambil memuji Tuhan untuk pengalaman hari itu.

Salah satu tempat terakhir yang kami kunjungi selama berada di Roma yang hanya 4 hari, 3 malam adalah Basilika Santo Paulus dan Sao Paolo alle Tre Fontane.

Gereja ini terletak di luar kota Roma. Itu sebabnya disebut Basilika Santo Paulus di luar tembok. Menurut catatan sejarah, bangunan asli basilika ini dibangun pada abad ke- 4 dan ke-5. Merupakan salah satu gereja yang dikunjungi oleh para peziarah. Ketika kami berada di sana, kami menikmati rombongan peziarah yang masuk ke gedung ini dengan memuji Tuhan. Bulu kuduk saya berdiri, bukan saja karena akustik gedung yang luar biasa baiknya. Namun karena mendengar mereka menyanyi dengan kesungguhan hati dan melakukan misa, dengan khotbah berbahasa Spanyol.

Melalui  sahabat baik saya, yang juga seorang penerjemah, kami mengerti bahwa pastor sedang berkhotbah tentang Paulus yang dipanggil oleh Allah secara khusus dalam perjalanan menuju Damsyik, dan dalam perjalanan rohaninya ia tidak ragu memberitakan Kristus yang bangkit tanpa rasa takut, walaupun ia harus ditangkap, dipenjara dan akhirnya harus mati.  Kami pun melanjutkan dengan mengunjungi Sao Paolo alle Tre Fontane. Tempat di mana menurut sejarah, Paulus diseret ke luar kota, di penjara sampai ia menjadi martir di Roma. Juga tempat salah satu Panglima prajurit Roma bersama 10.000 anggota prajuritnya yang menjadi martir disitu.

Kami sungguh menikmati perjalanan yang tak terlupakan ini. Tuhan menyediakan segala sesuatu – “apa yang tidak pernah dilihat oleh mata  dan tidak pernah didengar oleh telinga”. Membuat kami terus merenungkan kebesaran Tuhan dan bersyukur.

Pelajaran penting lainnya adalah “Gereja bukanlah gedungnya, bukan pula menaranya – tetapi kita adalah gereja, tempat Roh Allah berdiam di dalamnya.” Kami pulang dengan kesegaran baru, seperti di charge’ kembali karena diingatkan tentang tugas dan tanggung jawab sebagai anak-anak Tuhan. Kami harus terus memberitakan Kabar Baik. Apapun resikonya, di mana pun dan kapan pun, dengan media apapun – dengan setia, bagi kemuliaan TUHAN.

Segala puji hanya bagi Tuhan. (Oleh Reva Soplantila)

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response