KeluargaKomunitas

6 TIPS MENJADI SUAMI YANG SALEH

118views

6 TIPS MENJADI SUAMI YANG SALEH

Belajar bagaimana menjadi suami yang berkenan kepada Allah

Tujuan Allah dalam pernikahan adalah membuat kita makin serupa seperti Kristus. Ketika saya mendapatkan surat nikah, satu tahun setelah saya lulus dari perguruan tinggi, yang harus saya lakukan sepertinya hanyalah membayar berbagai tagihan/ pengeluaran.
Tidak ada pelatihan, tidak ada video dan tidak ada job description tentang apa yang harus dilakukan. Terlepas dari kenyataan bahwa saya tidak memiliki banyak keterampilan mendasar tentang cara bagaimana pernikahan dapat berjalan dengan baik, surat nikah tetap diberikan!
Saya tahu ada banyak pria dewasa ini yang berusaha mencari tahu apa
sebenarnya yang Allah harapkan dari mereka sebagai seorang suami.
Karena itu ada beberapa hal yang saya yakin penting, agar para pria dapat menjadi suami yang saleh:

1. Kasihi Allah lebih dari istri saudara

Setelah tiga tahun berpacaran dengan Mary Ann, kami mulai berbicara tentang pernikahan. Beberapa saat kemudian kami putus. Saya sangat terpukul. Saat berdoa semalaman, segalanya menjadi sangat jelas: Mary Ann telah menjadi ‘ilah’ dalam hidup saya. Saya lebih peduli tentang apa yang membuatnya senang daripada apa yang membuat Tuhan senang.
Seolah-olah Tuhan berkata, “Jangan ada ada padamu ilah lain di hadapanku, dan jika kamu menempatkan sesuatu atau orang lain di tempat-Ku, aku akan menyingkirkannya.”

Dalam 25 tahun pernikahan, saya masih mengalami masalah yang sama. Saya tetap menjaga diri saya dengan pertanyaan ini: Siapa yang lebih saya utamakan- istri atau Tuhan?
Ketika istri saya merasa bahwa saya tidak melakukan hal seperti yang ia inginkan, ia dapat mendiamkan saya. Tetapi ketika saya tidak berkenan kepada Tuhan, Dia tidak pergi ke ruangan lain dan mendiamkan saya.
Tuhan mengingatkan saya, “Engkau melakukan hal yang benar, meskipun untuk sementara, hal itu tidak membuat istrimu senang”.

2. Jadilah Pemimpin Rohani

Istri saudara mungkin masuk dalam pernikahan dengan gambaran ideal –
tentang saudara berdua: memulai hari di meja makan, minum orange juice segar, sarapan pagi dan melakukan saat teduh bersama.
Ia membayangkan saudara berangkat bekerja dan berkata,” Jika saya pulang nanti malam, kita akan bersaat teduh bersama kembali.
Sebulan setelah menikah, istri saudara mungkin berpikir,” Apa yang terjadi?
Membaca dan merenungkan Firman Tuhan dan berdoa bersama begitu penting. Jika saya dapat mengulang kembali pernikahan saya dari awal dan mempraktekkan hal ini, saya akan segera melakukannya.
Berapapun usia pernikahan saudara, sekaranglah saatnya untuk
mengembangkan sebuah model yang sesuai dengan pernikahan saudara.
Ingatlah, suamilah yang seharusnya menginisiasi hal ini.
“Seorang pria mungkin bukan seorang ahli theologia, “kata Doug Wilson,
pengarang buku “Reforming Marriage.”
“Tetapi di rumahnya, ia perlu menjadi ‘orang yang memahami theologia’.

3. Memimpin dengan Rendah Hati

Alasan mengapa ada perdebatan tentang apakah pria harus menjadi pemimpin dalam pernikahan adalah karena terlalu banyak pria yang tidak memimpin dengan kerendahan hati. Para suami mungkin dipanggil oleh Tuhan untuk memimpin istri mereka, tetapi kepemimpinan mereka haruslah tidak mementingkan diri sendiri.
Filipi 2: 3 mengatakan, “Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri”.
Praktekkan ayat ini, maka akan menyelesaikan 95 % masalah yang saudara hadapi. Saya belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang mengatakan, “Saya menentang kepemimpinan suami saya meskipun dia sangat rendah hati dan seperti Kristus”.
Para wanita yang saya temui sangat menginginkan kepemimpinan yang saleh dalam pernikahan mereka.

4. Miliki Keberanian Ilahi

1 Korintus 16:13 memberikan definisi yang jelas tentang maskulinitas yang sesuai dengan Firman Tuhan:”Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!” Sebelum kita menjadi suami yang saleh, kita harus menjadi pria yang berani.
Definisi menjadi seorang laki-laki sejati sebenarnya adalah tentang keberanian. Dan esensi dari keberanian adalah memiliki rasa takut yang besar terhadap Tuhan sehingga tidak takut akan hal yang lain.

5. Memenuhi Kebutuhan Keluarga.

Suami harus memikul tanggung jawab utama untuk kebutuhan keuangan
rumah tangga. Faktanya, 1 Timotius 5: 8 mengatakan bahwa jika seseorang tidak memenuhi kebutuhan rumah tangganya, ia lebih buruk daripada seorang penyembah berhala. Itu bukan jenis reputasi yang ingin saya miliki dalam suatu komunitas.
Bagian dari akar kata provider /penyedia berarti  “melihat ke depan”.

Penyedia adalah orang yang mengantisipasi dan melakukan perencanaan
strategis untuk rumah tangganya. Dia berpikir tentang tujuan. Bukan hanya tujuan finansial, tetapi tujuan spiritual dan tujuan emosional.
Dalam arti tertentu, ia adalah Chief Executive Officer (CEO) dari sebuah
perusahaan. Suami bertanggung jawab untuk menetapkan arah.
Dan sering kali istri adalah Chief Operating Officer (pelaksana operasional).
Keduanya perlu menyatukan arahan mereka untuk kebaikan keluarga.

6. Kasihi istri saudara sungguh-sungguh sesuai dengan Firman Tuhan.

Untuk mengasihinya secara Alkitabiah, kita perlu bertanya, “Seperti apa kasih Allah bagi kita?”  Inti dari kasih-Nya bagi kita tercermin dalam komitmen-Nya kepada kita dan pengorbanan-Nya bagi kita. Seperti itulah seharusnya kasih kita terhadap istri.
Bagi saya, itu sering berarti menempatkan kebutuhannya di atas kebutuhan saya sendiri. Dan itu berarti bahwa saya akan tetap berkorban untuknya bahkan ketika kami tidak setuju akan suatu hal tertentu. Dia harus menjadi prioritas saya. Ingat salah satu kalimat dalam janji pernikahan, “Aku akan mengasihi engkau
(meninggalkan yang lain), sampai kematian memisahkan kita”
Itu berarti hubungan saudara dengan istri lebih penting daripada hubungan lainnya – teman, bos atau bahkan anak-anak saudara.
Sederhananya, setelah kasih kita kepada Tuhan, kita harus mencintai istri lebih dari apapun di bumi. Itulah inti dari hubungan pernikahan.
D.L. Moody meringkasnya dengan sangat baik: “Jika saya ingin mengetahui apakah seorang pria adalah seorang Kristen, saya tidak akan pergi ke seorang pendeta; Saya akan pergi dan bertanya kepada istrinya.
“Jika seorang pria tidak memperlakukan istrinya dengan benar, saya tidak ingin mendengarnya berbicara tentang kekristenan. Apa gunanya berbicara tentang keselamatan untuk kehidupan berikutnya jika dia tidak memiliki keselamatan untuk kehidupan saat ini?”.

Pada bulan Mei lalu, Mary Ann dan saya merayakan ulang tahun pernikahan kami yang ke-25 di Maui, Hawaii. Tempatnya sungguh luar biasa, tapi hal yang paling utama adalah kami senang dapat merayakannya bersama. Ketika makan malam saat itu, kami berdua dapat mengatakan bahwa meskipun ada tantangan yang menghadang, kami tidak akan mengubah hasil dari 25 tahun kebersamaan kami.
Itu karena Tuhan telah menggunakan hubungan kami dalam pernikahan lebih dari hubungan kami dengan yang lain, untuk membuat kami semakin menyerupai Kristus. Dan pada akhirnya, itulah tujuan-Nya dalam sebuah pernikahan.

Oleh Bob Lepine dan Chris Lawrence, diambil dari:
https://www.cru.org/us/en/blog/life-and-relationships/marriage/six-tips-godly-husband.html
Diterjemahkan oleh RS

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response