Komunitas

KETIKA ALLAH TERASA JAUH

458views

KETIKA ALLAH TERASA JAUH

TUHAN telah menyembunyikan diri dari keturunan Yakub, umat-Nya, Tetapi saya percaya dan berharap kepada-Nya.  (Yesaya 8:17)

                Allah itu  nyata, tidak peduli apa yang Anda rasakan. Mudah untuk menyembah Allah pada saat segala sesuatu berjalan baik dalam kehidupan anda, yakni pada saat Dia menyediakan makanan, teman, keluarga, kesehatan dan situasi-situasi yang bahagia. Tetapi keadaan tidak selalu menyenangkan. Bagaimana Anda menyembah Allah waktu keadaan tidak menyenangkan? Apa yang Anda lakukan ketika Allah terasa jutaan mil jauhnya?

                Tingkat penyembahan yang terdalam adalah memuji Allah meski menderita, mengucap syukur kepada-Nya pada saat pencobaan, berharap kepada-Nya ketika di cobia, berserah diri sementara menderita dan mengasihi Dia ketika Dia terasa jauh.

                Persahabatan sering kali di uji melalui perpisahan dan diam; Anda di pisahkan oleh jarak fisik atau Anda tidak bisa berbicara. Dalam persahabatan dengan Allah, Anda tidak akan selalu merasa dekat dengan-Nya. Philip Yancep dengan bijak mencatat, “setiap hubungan meliputi saat-saat dekat dan saat-saat jauh, dan dalam hubungan dengan Allah betapapun akrabnya, keadaan itu juga berlaku.” Saat jauhnya adalah ketika penyembahan menjadi sulit.

                Untuk mendewasakan persahabatan Anda, Allah akan mengujinya dengan masa-masa yang rasanya seperti perpisahan, yakni ketika rasanya seolah-olah Allah telah meninggalkan atau melupakan Anda. Allah terasa sejuta mil jauhnya. St. Jhon dari the Cross menyebut hari-hari kekeringan rohani, keraguan dan jauh dari Allah ini sebagai “malam gelap bagi jiwa.” Henry Nouwen menyebutnya “pelayanan ketidakhadiran” A.W. Tozer menyebutnya “pelayanan mala.” Orang lain menyebutnya “musim dingin bagi hati.”

                Selain Yesus, mungkin Daud memiliki persahabatan yang paling dekat dengan Allah dibandingkan siapapun. Allah berkenan memanggilnya “seorang yang berkenan di hatinya.” Namun Daud sering mengeluh tentang ketidakhadiran Allah yang nyata: “Tuhan, mengapa Engkau berdiri jauh-jauh? Mengapa Engkau bersembunyi pada waktu aku sangat memerlukan pertolongan-Mu?” “Mengapa Engkau meninggalkan aku? Mengapa Engkau tetap begitu jauh? Mengapa Engkau mengabaikan jeritan minta tolong?” “ Mengapa Engkau membuang aku?”

                Tentu, Allah tidak benar-benar meninggalkan Daud, dan Dia juga tidak meninggalkan Anda. Dia telah berjanji berkali-kali, “ Aku sekali-kali tidak akan membiarkan Engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan Engkau.” Tetapi Allah tidak berjanji “kau akan selalu merasakan hadirat-Ku.” Sebetulnya, Allah mengakui bahwa kadang-kadang Dia menyembunyikan wajah-Nya dari kita. Ada saat –saat ketika Dia sepertinya menghilang dari kehidupan Anda.

                Floyd McClung menggambarkannya: “Anda bangun suatu pagi dan semua perasaan rohani Anda lenyap. Anda berdoa, tetapi tidak ada yang terjadi. Anda mengusir roh jahat, tetapi hal tersebut tidak mengubah apapun. Anda melakukan latihan-latihan rohani.. Anda meminta teman-teman berdoa bagi Anda… Anda mengakui tiap dosa yang dapat Anda bayangkan, lalu pergi berkeliling meminta maaf pada setiap orang yang Anda kenal. Anda berpuasa… tetep tidak ada apa-apa. Anda mulai bertanya-tanya dalam hati, berapa lama kesuraman rohani ini akan berlangsung? Berhari-hari? Berminggu-minggu? Berbulan-bulan? Akankah ini berakhir?… rasanya seolah-olah doa-doa Anda hanya membentur langit-langit. Dalam keadaan sama sekali putus asa, Anda berseru, ‘Ada apa dengan ku?’

                Kenyataannya, tidak ada yang salah dengan Anda! Inilah bagian normal dari pengujian dan pendewasaan persahabatan Anda dengan Allah. Setiap orang Kristen mengalami setidaknya sekali, dan biasanya beberapa kali. Hal tersebut menyakitkan dan tidak enak rasanya, tetapi sangat penting bagi perkembangan iman Anda. Mengetahui hal ini memberi Ayub harapan ketika dia tidak bisa merasakan kehadiran Allah dalam kehidupannya. Dia berkata, “Ku cari Allah di timur, barat, selatan, utara, tetapi dimana-mana Allah tak ada; dan aku tak dapat menemukan Dia namun Dia tahu segala jalanku juga setiap langkahku. Kalau seperti emas aku diuju, akan terbukti bahwa hatiku murni.”

                Ketika Allah terasa jauh, Anda mungkin berpikir bahwa Dia marah terhadap Anda atau sedang menghukum Anda karena suatu dosa. Sesungguhnya, dosa memang memisahkan kita dari persekutuan yang akrab dengan Allah. Kita mendukakan Roh Allah dan memadamkan persekutuan kita dengan Dia melalui ketidaktaatan, konflik dengan orang lain, kesibukan, persahabatan dengan dunia, dan dosa-dosa lain.

                Tetapi seringkali kali perasaan ditinggalkan atau dijauhkan oleh Allah ini tidak ada berkaitan dengan dosa. Itu merupakan ujian iman, salah satu ujian yang kita semua harus hadapi: Akankah Anda terus mengasihi, mempercayai, menaati dan menyembah Allah, bahkan ketika Anda tidak merasakan kehadiran-Nya atau tidak memiliki bukti yang bisa di lihat Karya-Nya dalam kehidupan Anda?

                Kesalahan paling umum yang dibuat oleh orang-orang Kristen dalam penyembahan sekarang ini adalah mencari suatu pengalaman dan bukannya mencari Allah. Mereka mencari suatu perasaan, dan jika hal tersebut terjadi, mereka menyimpulkan bahwa mereka telah menyembah. Salah! Sebetulnya, Allah sering kali menyingkirkan perasaan-perasaan kita supaya kita tidak akan bergantung pada perasaan-perasaan tersebut. Mencari suatu perasaan, bahkan perasaan dekat dengan Kristus sekalipun, bukanlah penyembahan.

                Ketika Anda seorang Kristen bayi, Allah memberi Anda banyak emosi yang menguatkan dan sering kali Ia menjawab banyak doa yang paling tidak dewasa dan mementingkan diri, dengan demikian Anda bisa mengetahui bahwa Dia ada. Tetapi ketika Anda bertumbuh dalam iman, Dia akan melepaskan Anda dari kebergantungan-kebergantungan ini.

                Kemahahadiran Allah dan perwujudan kehadiran-Nya adalah dua hal yang berbeda. Yang pertama adalah fakta, yang lainnya sering kali merupakan perasaan. Allah selalu ada, bahkan ketika Anda tidak menyadari-Nya, dan kehadiran-Nya terlalu dahsyat untuk dapat diukur dengan emosi belaka. Benar, Dia ingin agar Anda merasakan kehadiran-Nya, tetapi Dia lebih suka Anda mempercayai-Nya ketimbang Anda merasakan-Nya. Iman bukan perasaan menyenangkan Allah. Situasi-situasi yang paling memperbesar iman Anda adalah saat-saat  ketika kehidupan berantakan dan Allah tidak bisa ditemukan dimana-mana. Ini terjadi pada Ayub. Dalam satu hari, dia kehilangan segalanya, keluarganya, usahanya, kesehatannya, dan segala sesuatu yang dia miliki. Sangat mengecilkan hati, karena sepanjang 37 pasal, Allah tidak mengatakan apapun!

                Bagaimana Anda memuji Allah bila Anda tidak memahami apa yang terjadi dalam kehidupan Anda dan Allah diam? Bagaimana Anda tetap berhubungan dalam krisis tanpa komunikasi? Bagaimana Anda bisa tetap memandang Yesus bila mata Anda penuh dengan air mata? Anda melakukan apa yang Ayub lakukan, “Kemudian sujudlah Dia dan menyembah, katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”

                Katakan kepada Allah secara percis apa yang Anda rasakan. Curahkan isi hati Anda kepada Allah. Keluarkan semua emosi yang Anda rasakan. Ayub melakukannya ketika dia berkata, “sebab itu aku tak dapat tinggal diam! Rasa pedih dan pahitku tak dapat kupendam. Aku harus membuka mulutku, dan mencurahkan isi hatiku.” Dia berseru ketika Allah terasa jauh: “Itulah hari-hari kejayaanku, ketika persahabatan yang akrab dengan Allah menaungi rumahku.” Allah bisa menangani kebimbangan, kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebingungan dan keraguan Anda.

                Tahukan Anda bahwa mengakui keputusan Anda kepada Allah bisa merupakan pernyataan iman? Mempercayai Allah tetapi sekaligus merasa putus asa membuat, Daud menulis, “Aku percaya, maka aku berkata, ‘Aku sangat tertindas.’” Ini kedengarannya seperti suatu kontradiksi: aku percaya Allah, tetpi aku hancur! Keterbukaan Daud sebenarnya menunjukkan iman yang dalam: Pertama, dia percaya kepada Allah. kedua doanya. Ketiga, dia percaya bahwa Allah akan membiarkannya mengatakan apa yang dia rasakan dan tetap mengasihinya.

                Pusatkan perhatian pada keberadaan Allah, sifat-Nya yang tidak berubah. Tanpa menghiraukan keadaan dan perasaan Anda, berpeganglah erat-erat pada karakter Allah yang tidak berubah. Ingatkan diri Anda tentang apa yang Anda tahu benar tidak pernah berubah didalam diri Allah: Dia baik, Dia mengasihi saya, Dia menyertai saya, Dia mengetahui apa yang saya alami, Dia perduli, dan Dia memiliki rencana yang baik bagi kehidupan saya. V. Raymond Edman berkata, “ jangan pernah meragukan di dalam gelap apa yang Allah katakan kepada Anda di dalam terang.”

                Ketika kehidupan Ayub  berantakan, dan Allah diam, Ayub tetap menemukan hal-hal yang membuat dia bisa memuji Allah:

  • Bahwa Allah baik dan penuh kasih
  • Bahwa Allah mahakuasa
  • Bahwa Allah melihat sampai hal terkecil dari kehidupan saya
  • Bahwa Allah memegang kendali
  • Bahwa Allah memiliki rencana untuk kehidupan saya
  • Bahwa Allah akan menyelamatkan saya.

Percaya bahwa Allah menepati janji-janji-Nya. Selama masa-masa kekeringan rohani, Anda harus dengan sabar bersandar dengan janji-janji Allah, bukan pada emosi Anda, dan menyadari bahwa Dia sedang membawa Anda pada tingkat kedewasaan yang lebih dalam. Suatu persahabatan yang didasarkan pada emosi pastilah dangkal.

Jadi jangan terganggu oleh kesulitan. Keadaan tidak dapat mengubah karakter Allah. Kasih karunia Allah tetap dalam kekuatan penuh; Allah tetap memihak Anda, meskipun Anda tidak merasakannya. Ketika tidak ada keadaan yang menguatkan, Ayub berpegang pada Firman Allah. Dia berkata, “Perintah dari bibir-Nya tidak ku langgar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya.”

Keyakinan pada Firman Allah ini membuat Ayub tetap setia sekalipun tidak ada hal yang masuk akal. Imannya kuat di tengah-tengah penderitaan: “Allah boleh membunuhku, tetapi aku tetap akan mempercayai-Nya.”

Ketika Anda merasa ditinggalkan oleh Allah tetapi Anda tetap mempercayai-Nya tanpa peduli perasaan-perasaan Anda, Anda sedang menyembah Dia dengan cara yang terdalam.

Ingatlah apa yang telah Allah kerjakan bagi Anda. Seandainya Allah tidak pernah melakukan hal lain apapun bagi Anda, Dia tetap layak menerima pujian Anda selama sisa hidup Anda karena apa yang Yesus lakukan bagi Anda di atas kayu salib. Anak Allah mati bagimu! Inilah alasan terbesar untuk menyembah. Sayangnya, kita melupakan rincian kekejaman dari pengorbanan menyakitkan yang telah Allah lakukan bagi kita. Keakraban menimbulkan kepuasan. Bahkan sebelum penyaliban-Nya, Anak Allah ditelanjangi , dipukul hingga nyaris tidak bisa dikenali, dicambuk, dihina, dan diejek, dimahkotai duri dan diludahi dengan kebencian. Disiksa dan dihina oleh manusia yang kejam, Dia di perlakukan lebih buruk daripada seekor binatang.

Selanjutnya hamper tidak sadar karena kehilangan darah, Dia dipaksa untuk memikul salib yang berat mendaki sebuah bukit, dipakukan pada salib itu, lalu ditinggalkan untuk menjalani siksaan kematian yang mengerikan dan lambat karena penyaliban. Sementara darah-Nya mengalir, para pengejek berdiri dan meneriakkan kata-kata makian, memperolok-olok penderitaan-Nya dan menantang pernyataan-Nya bahwa Dia adalah Allah.

Lalu ketika Yesus menanggung semua dosa dan kesalahan manusia, Allah memalingkan wajah dari pandangan buruk tersebut, dan Yesus berseru dalam keputusasaan penuh, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Yesus bisa saja menyelamatkan diri-Nya, tetapi dengan demikian Dia tentu tidak bisa menyelamatkan Anda.

Kata-kata tidak bisa menggambarkan kegelapan pada saat tersebut. Mengapa Allah mengizinkan dan menanggung penganiayaan yang demikian mengerikan dan kejam? Mengapa? Supaya Anda bisa dibebaskan dari kekekalan di dalam neraka dan agar Anda bisa ambil bagian dalam kemuliaanNya  selamanya! Alkitab berkata, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”

Yesus memberikan segalanya agar Anda bisa memiliki segalanya. Dia mati supaya Anda bisa hidup selamanya. Itu saja sudah patut.

Pokok untuk Direnungkan : Allah itu nyata, tidak peduli apa yang saya rasakan.

Ayat untuk dihafal : “Karena Allah telah berfirman, ‘Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.

Pertanyaan untuk Dipikirkan : Bagaimana saya bisa focus pada kehadiran Allah, terutama ketika Dia terasa jauh? Jangan pernah lagi bingung tentang hal yang untuknya Anda harus bersyukur.

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response