MELAYANI SAMPAI AKHIR, MEMURIDKAN SAMPAI MAHIR
Akhir tahun 1978, pertama kali saya mengenal dan melihat pria yang satu ini: jeans belel, jaket parasit dan sepatu kets ciri khasnya ketika bermain bersama. Saya baru tahu kemudian bahwa pria ini bernama Jerry. Ada 2 Jerry di rumah para mahasiswa dari Ternate di kota Malang di mana pria ini tinggal. Namun Jerry yang satu ini menjadi sangat spesial karena memiliki marga yang sama dengan saya, Soplantila.
Tepatnya tanggal 15 Juli 1961 di Ambon, lahir seorang bayi laki-laki pertama dari pasangan Oda Samuel Soplantila dan Wilhelmina Wattimury.
Sejak kecil ia dididik dengan disiplin tinggi, karena Bapak Oda bertugas di kantor Kejaksaan. Sebagai laki-laki pertama di keluarga, karena masih ada beberapa adik di bawahnya, maka Jerry kecil tumbuh dewasa secara cepat. Masa remaja dan pemuda ia habiskan di ibu kota Maluku bagian utara, Ternate. Itulah sebabnya ketika lulus Sekolah Lanjutan Atas dan melanjutkan ke bangku kuliah, dia berkumpul dengan teman-teman sesama mahasiswa dari Ternate. Merencanakan untuk menjadi bankir ulung, ia pun masuk Akademi Bank Malang (ABM), namun karena keinginannya menguasai bahasa Inggris, ia juga mengambil kuliah jurusan bahasa Inggris di Akademi Bahasa Asing (ABA) Malang.
Sikap yang supel dan mau bergaul dengan siapa saja membuat Jerry dapat diterima di mana saja. Karena kepala asrama mahasiswa Ternate pada saat itu aktif dalam sebuah persekutuan, maka ikutlah Jerry dalam persekutuan dan pembinaan yang dilakukan secara rutin seminggu sekali. Awalnya terlihat sangat canggung karena setiap diminta membuka ayat-ayat Firman Tuhan dia membutuhkan bantuan dari teman disampingnya. Rupanya kegiatan seperti ini merupakan hal yang baru bagi pemuda ini. Namun dia setia mengikuti pembinaan-pembinaan tersebut.
Karena dukungan dana yang cukup kuat dari orang tuanya, sementara kuliah ia sudah dapat memiliki sebuah sepeda motor trail, motor idaman bagi kebanyakan pemuda pada saat itu. Jiwa mudanya membuat dia dan beberapa teman dari Ternate berkeliling pulau Jawa dengan menggunakan sepeda motor. Pengalaman ini selalu berulang setiap masa-masa liburan, sehingga kuliahnya kurang diperhatikan. Namun gelar sarjana muda ia dapat dengan nilai yang cukup baik.
Suatu hari, seorang teman membacakan buku kecil 4 Hukum Rohani dan menolong Jerry untuk berdoa menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sejak saat itu hidupnya mulai diubahkan oleh Tuhan. Walau sering kali tarikan dari sesama teman pemuda mau menariknya kembali agar ia menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang kurang berguna, namun komitmennya tetap: mau bertumbuh secara rohani – sungguh luar biasa. Dalam salah satu retreat pemuda yang saya pimpin, saya ingat pada malam terakhir ketika pembicara menantang setiap peserta untuk mengambil keputusan menerima Yesus dan menjadi hamba Tuhan untuk melayani, Jerry berdiri dan menyerahkan hidupnya untuk memperbaharui hubungannya dengan Yesus dan mau melayani Yesus.
Tahun 1980 saya harus melanjutkan kuliah ke Jakarta, sehingga saya hanya dapat memantau perkembangan Jerry dari teman-teman pemuda gereja dan persekutuan yang melihat perkembangan rohaninya terus maju secara signifikan. Sampai suatu saat saya mendengar bahwa pada tahun 1983, LPMI Perwakilan Malang mengirimkan beberapa pemuda untuk mengikuti Pusat Latihan Amanat Agung di Jakarta dan salah satu nama yang disebutkan adalah Jerry Soplantila.
Saya yakin masa-masa Pusat Latihan tidaklah mudah, karena yang dia tahu hanya satu, pergi dan melayani. Teman-teman seangkatan di Pusat Latihan juga tahu bagaimana sikap dan perilakunya yang super ‘cuek’, namun banyak memiliki ide yang brilian, apalagi soal menyelesaikan masalah-masalah dalam pelayanan.
Lulus dari Pusat Latihan dan ditempatkan di kota Jogjakarta membuat pelayanannya berkembang secara cepat. Apalagi menjelang EXPLO 85, kota Jogja merupakan perwakilan yang cukup banyak mengutus peserta mengikuti acara ini. Jiwa kepemimpinan dan pengalaman pelayanan lapangannya maju secara pesat, membuat banyak staf yang lebih senior memperhitungkannya. Karena perkembangan kepemimpinannya dan ada sedikit masalah dengan pimpinan di Jogjakarta, akhirnya pimpinan di pusat, Jakarta, kemudian memindahkan Jerry ke kota asal pelayanannya, kota Malang.
Menurut direktur LPMI pada saat itu, Jerry ini sangat manual, artinya dia mengikuti semua manual untuk membangun pelayanan di manapun dia ditempatkan. Bulan Desember 1986, bersamaan dengan perayaan Natal LPMI Malang di gedung Paroki gereja Katolik di Jalan Ijen, diadakanlah ‘Pertemuan Visi’ untuk melaksanakan Latihan Pemuridan Mahasiswa (LPM). Bapak Dick Haba, MA datang sebagai pembicara pada saat itu. Sebagai follow- up nya diadakanlah LPM angkatan pertama pada bulan Maret 1987. Luar biasa gebrakan yang dibuat di kota Malang, ada beberapa mahasiswa inti dari pelayanan di Jogjakarta hijrah ke kota Malang untuk pindah kuliah di sana. Pelayanan mahasiswa yang dibangun seakan menggeliat dan bangkit kembali setelah puluhan tahun tidak terdengar.
Sebagai hadiah bagi peserta LPM yang rajin dan menyelesaikan latihan dengan baik, mereka siap dikirim untuk mengikuti EXPO 87 di Cibubur jakarta. Sebagai follow-up nya, seluruh peserta Explo’87 menjadi panitia inti pelaksanaan Natal yang disebut “Campus Classic”. Saat itu belum ada dukungan dana seperti sekarang, usaha dana melalui para sponsor diperkenalkan kepada kami, para mahasiswa inti saat itu. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang ditantang oleh Jerry untuk ikut ambil bagian dalam pelaksanaan acara ini. Gedung Olah Raga (GOR) Pulosari Malang penuh sesak malam itu. Bapak Karel Pattipeilohy menjadi pembicara, Jan Berlin Panjaitan, Solafide Vocal Group serta Bapak Henry Surentu dengan Vocal Group Malkiel meramaikan acara Campus Classic ini. Ada 1700-an orang yang hadir di GOR Pulosari dan ada 300-an respons yang harus kami follow-up. Luar biasa karya Tuhan melalui kepemimpinan Jerry.
Tahun 1988, LPMI perwakilan Malang mengutus 1 calon staf ke Pusat Latihan, tahun 1989 mengutus 3 orang calon staf, tahun 1991 mengutus 6 orang calon staf dan 1 pelatih untuk mengikuti pelatihan di Jakarta. Tahun berikutnya masih terus mengirim beberapa calon staf ke Pusat Latihan di Jakarta. Tahun-tahun penuaian terasa sangat cepat, karena memang banyak tuaian yang harus dan siap di tuai. Pelayanan LPMI Perwakilan Malang menjadi salah satu kiblat pelayanan secara nasional pada saat itu. Campus Classic di GOR Pulosari dilaksanakan dua tahun berturut-turut, 1987 dan 1988. Tahun 1989 LPMI Malang melaksanakan acara EXPLO’89 untuk Jawa Timur, banyak tenaga penuai yang dilatih untuk dapat terus menabur benih dan menuai gandum yang menguning. Tahun 1990, untuk pertama kali Campus Classic dilaksanakan di Ballroom Hotel Kartika Prince kota Malang, ruangan yang biasa dipakai untuk pagelaran tinju nasional. Saya melihat bagaimana Jerry, mengatasi kesulitan menghadapi pimpinan pusat, karena masalah intern saat pelaksanaan acara ini. Yang unik dari perwakilan Malang adalah, semua anggota staf intinya masih single, sayalah yang menikah pertama, kemudian diikuti oleh beberapa anggota staf lainnya. Dalam acara pernikahan saya, Jerry menjadi MC. Saat pernikahan teman anggota staf yang lain, dia siap menjadi sopir pengantin, sikap kerendahan hati yang luar biasa.
Setelah melalui masa berpacaran yang cukup lama, akhirnya pada tanggal 15 Juli 1983, Jerry menikah dengan kekasih hatinya, Maryam Ranti Luhuringtyas, seorang gadis Jawa asal Semarang. Pernikahan mereka dilaksanakan di kota semarang, banyak ucapan selamat dari teman-teman anggota staf LPMI baik secara nasional maupun internasional. Mereka berdua dikaruniai dua orang anak, Rio dan Panji.
Setelah perwakilan Malang, Jerry berpindah ke beberapa kota perwakilan, di Semarang ia ditugaskan sebagai koordinator Pelayanan Mahasiswa, lalu melanjutkan study ke ISOT ASIA di Manila.
Sepulangnya dari Manila, ia berada di Semarang untuk beberapa saat lalu pindah ke Salatiga dan terakhir melayani di kota Jogjakarta.
Karena sikap santai dan cueknya, tidak ada yang tahu bahwa Jerry mengidap penyakit kanker darah – Leukimia. Awal tahun 2017 kami masih bersama dalam acara “ ASEA Leadership Forum ” di Mune Beach Vietnam. Saat santai dan bermain bersama tidak ada yang mengira kondisinya sakit. Berenang setiap pagi, bermain di pantai, bahkan menaiki sepeda motor pasir saat kami outing bersama. Setiap malam jalan bersama untuk makan malam di luar hotel, sampai kami mendengar berita bahwa Jerry harus dirawat di rumah sakit karena didiagnosa kanker darah – Leukimia akut stadium akhir. Masih sempat berkunjung ke kantor pusat LPMI di Orlando dalam rangka tugasnya sebagai koordinator Pelayananan Jesus Film di Asia Tenggara dan bertemu dengan Presiden LPM Internasional Bp. Steve Douglass bersama Ibu Judy.
Dalam hitungan bulan kemudian ia harus meninggalkan kita semua, menghadap Penciptanya yang jauh lebih mengasihi Jerry. Tepatnya tanggal 14 Oktober 2017, setelah dirawat selama 4 bulan, bung Jerry menghembuskan napasnya yang terakhir didampingi oleh istri dan anak-anaknya. Semangat untuk hidup dan terus melayani masih terlihat walau tubuhnya sudah tidak kuat. Dia masih berusaha untuk hadir makan pagi bersama dengan tim dari Jesus Film Project Office saat mereka datang ke Jogja.
Hari ini dia telah bersama Bapa di sorga, namun teladan dan semangat pelayanannya masih terus dapat kita rasakan.
SOLI DEO GLORIA..
Ditulis berdasarkan pengalaman melayani bersama bung Jerry Soplantila, oleh Wilfred Maret 2018.
Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :
Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :