Komunitas

MY BABY WON’T STOP CRYING

75views

Bekerja di laboratorium “Contentment” setiap hari sangatlah melelahkan, tetapi pelajaran yang saya dapatkan mengubah hidup saya…

Mendaftar pada kelas “Contentment” harus atas seijin dosen yang mengajar.

Saya telah mengikuti banyak mata kuliah dan lulus pada mata-mata kuliah tersebut. Beberapa diantaranya tidak dapat diambil jika dosen yang bersangkutan tidak mengijinkannya. Baru-baru ini saya mengikuti mata kuliah “contentment”. Allah sendiri mendaftarkan saya pada pelajaran yang mengubah hidup. Kurikulumnya tidaklah mudah. Bekerja di laboratoriumnya sangatlah melelahkan, dan setiap malam saya harus belajar sampai larut.

Asisten dosennya adalah anak kami yang masih bayi, Valor Nathan, anak ke enam kami. Saya tidak pernah menyangka bahwa benda seberat 3,5 kg ini akan menghabiskan setiap menit dari waktu saya selama 7 bulan dan memberikan pelajaran tentang ‘rasa puas’ yang sangat mengubah hidup saya. Kami menamakannya Valor Nathan karena ingin ia memiliki keberanian moral seperti Nathan, seorang nabi yang menegur dosa Daud. Saya tidak tahu bahwa sayalah yang justru membutuhkan keberanian!

Valor sering menangis dalam 7 bulan pertamanya. Ia memiliki masalah penyakit yang bersifat sementara di pencernaannya, tetapi sangat menyiksa. Dan ia tidak dapat menghalangi stimulus negatif untuk dapat tidur nyenyak. Kegiatan utamanya adalah menangis dan waktu tidur yang pendek. Ia bahkan menangis ketika sedang disusui atau berada di mobil – 2 hal yang sangat menenangkan bagi bayi-bayi yang lain. Suatu hari saya menyetir selama 90  menit. Dan ia berteriak setiap kali selama 90 detik.

Saya tidak tahu apa yang paling saya takuti – siang atau malam. Sepanjang siang saya hampir menghabiskan setiap menit dari waktu saya untuk menggendong Valor, berjalan dengannya dan melakukan segala sesuatu agar ia tidak menangis. Saya hanya dapat memandang semua hal di rumah yang perlu dikerjakan, di rumah kami yang berisi 8 orang. Saya mengharapkan hari lekas malam karena akhirnya saya dapat memiliki beberapa jam tanpa menggendong Valor. Tetapi malam hari juga merupakan sebuah siksaan, karena ketika saya hampir tertidur, Valor kembali menangis.

Di pagi hari, waktu saya untuk berpakaian sekitar 4 menit, menyadari bahwa mungkin itu adalah satu-satunya waktu di mana saya tidak menggendong Valor. Tujuan saya setiap hari adalah membuat Valor tidak menangis selama mungkin. Makanan saya terdiri dari beberapa gigitan di meja makan dan mengambil apa yang dapat saya raih untuk di makan di satu tangan dan Valor di tangan yang satu, serta membawa ia keluar, ke tempat yang paling ia sukai (saya ingin anggota keluarga yang lain terbebas dari mendengarnya menangis)

Kemudian saya akan memulai siklus kegiatan rutin kami: mengajak jalan-jalan, memeluknya erat-erat, mengayun-ayun ke atas dan ke bawah, menyanyikan lagu-lagu yang monoton, memasukkan dot ke mulut, menepuk-nepuk punggungnya dan berdoa agar ia tidur. Bahkan waktu tidur terlama di tempat tidurnya adalah 22 menit.

Ketika jam 5 sore, saya mengalami pencobaan yang berat untuk memandikan dan menyusui Valor. Lalu melakukan hal-hal yang perlu untuk membuat ia tidur di kamarnya selama beberapa jam. Tetap saja ia kembali terbangun 3 atau 4 kali setiap malam. Ketika bangun pagi, saya selalu merasa kurang tidur, karena hanya dapat tidur kurang dari 5 atau 6 jam, termasuk jam-jam yang ada di sela-sela kegiatan di sepanjang hari itu. Sering kali ia sudah bangun jam 3 pagi dan terus terjaga sepanjang hari itu.

Saudara dapat membayangkan betapa di tengah-tengah siksaan, saya sangat merasa tidak puas. Saya tidak dapat melakukan apa-apa di rumah, apalagi di luar rumah. Seorang pengasuh  bayi dapat menggendong bayi ini, saya pikir. Agar saya dapat menyelesaikan sesuatu, saya dapat membersihkan rumah, menghabiskan waktu bersama 5 anak saya yang lain, mengajar di kelompok PA – pokoknya sesuatu –  apa pun itu! Rasa tidak puas mengalir begitu dalam dan merembes masuk dalam setiap bidang kehidupan saya.

Pada titik keputusasaan ini, Allah mulai memberikan saya pengertian yang dalam tentang bagaimana Ia melihat situasi yang saya alami. Satu hal yang saya pelajari adalah melihat produktifitas dari sudut pandang manusia tidaklah sama dengan produktifitas dari sudut pandang Allah.

Dunia berkata,”Apakah hidupmu menyenangkan?”

Saya sering bertanya,”Apakah saya berhasil menyelesaikan sesuatu?” Allah mengatakan,”Apakah engkau menjadi pribadi seperti yang Aku rencangkan bagimu? Apakah engkau memiliki karakter seperti Kristus? Apakah engkau melayani orang lain? Apakah engkau memuji-Ku?” Saya berpikir ini adalah tahun di mana saya paling tidak produktif; saya tidak melakukan sesuatu di luar. Saya tidak melakukan apapun kecuali memeluk Valor dan memuji Tuhan. Hanya pikiran saya yang bebas untuk menyelesaikan sesuatu.

Akhirnya saya sadar, dalam ekonomi Allah ini adalah tahun yang paling produktif dalam hidup saya. Apakah ada panggilan yang lebih tinggi dari memeluk pemberian berharga dari Allah dan memuji Dia sepanjang siang dan malam? Pada titik ini, rasa puas muncul. Saya juga belajar bahwa hanya dengan bersandar pada kekuatan Allah, dapat membawa rasa puas pada situasi yang dapat membunuh saya. Kekuatan-Nya yang supranatural   tidak hanya dapat membuat saya hidup tetapi membuat saya bijak, tetapi juga hidup berkemenangan. Kekuatan ini datang melalui pujian saya kepada-Nya. Ketika saya memuji Tuhan, Ia memberikan kekuatan yang supranatural untuk menggantikan waktu tidur dan makan saya yang kurang.

Saya bertanya-tanya, apakah saya dapat kehilangan ide untuk memuji Allah, tetapi saya tidak pernah kehilangan. Saya berpikir tentang atribut Allah untuk tiap huruf berdasarkan alphabet dan kemudian memuji Tuhan untuk tiap atribut. Saya memuji Tuhan untuk setiap bunga dan pohon yang Valor dan saya lewati setiap hari, ketika kami berjalan bersama, untuk orang-orang yang yang pernah ada di masa lalu saya dan kualitas yang dimiliki oleh suami dan anak-anak saya. Saya mendapati bahwa memuji Tuhan memberikan kepuasan dan mengubah perspektif saya tentang masa-masa sulit.

Memprogram kembali pikiran saya dengan memasukkan hal-hal yang positif juga memberikan kepuasan. Saya memperhatikan  perbedaan yang mencolok dalam rasa puas dan tingkat kemampuan saya dalam menghadapi tantangan. Ketika saya membiarkan pikiran saya diisi dengan berita tentang kejahatan dan problema yang dialami dunia sebagai bahan meditasi, maka hal ini membuat saya depresi dan kemampuan untuk mengatasi tantangan menjadi berkurang. Tetapi ketika saya membaca dan mendengarkan Firman Tuhan, hati saya menjadi damai, pikiran saya mampu memuji Tuhan dengan bebas dan saya merasa tubuh saya lebih sehat.

Pelajaran terakhir yang saya percaya tidak akan pernah saya lupakan adalah, situasi saya terlihat benar-benar berbeda dilihat dari sudut pandang Allah. Saya mencoba melihat situasi saya dari posisi Allah. Saya membayangkan saya berada di sorga – bersama dengan Allah – melihat ke arah rumah saya. Saya tidak dapat melihat pakaian yang belum disetrika, debu, tumpukan pekerjaan yang harus diselesaikan – saya hanya dapat melihat hati dari orang-orang yang ada di rumah dan respons saya terhadap mereka.

Di mana saya menemukan rasa puas? Sama sekali bukan pada apa yang dunia tawarkan. Karena rasa puas tidak berasal dari dunia atau situasi yang ada – tetapi dari Tuhan. Melalui pengalaman saya belajar untuk berkata bersama pemazmur, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku.” (Mazmur 62:1).

(By Donna Lynn Poland)

Translated from Worldwide Challenge, by Reva Februari 2018

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response