KeluargaKomunitas

PERNIKAHAN : MEMAHAMI MENGAPA TERJADI PERTENGKARAN

95views

PERNIKAHAN : MEMAHAMI MENGAPA SAUDARA CEK-COK

Belajar tentang bagaimana jika terjadi ketidaksepakatan dalam pernikahan dan bagaimana memiliki perspektif ilahi.

Tujuan pernikahan adalah memuliakan Allah dengan membentuk setiap kita menjadi seseorang yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

Konflik adalah bagian dari setiap pernikahan, apakah saudara telah menikah selama 7 tahun atau 47 tahun. Yang mengagetkan adalah bahwa Allah memiliki tujuan untuk setiap konflik yang kita alami.

Ketika kami melakukan penelitian untuk buku kami,” The Seven Conflicts: Resolving the Most Common Disagreements in Marriage, kami mewawancarai beberapa pasang suami istri.

Kami mendapatkan percakapan seperti ini:

Kami: Ceritakan kepada kami hal-hal di dalam pernikahan yang sering kali menjadi bahan pertengkaran.

Istri: Kami tidak bertengkar.

Suami: Ya, kami tidak pernah bertengkar.

Kami: Oh, OK… Apakah kalian selalu sependapat dalam segala hal?

Istri: Ya nggak. Kami juga tidak sependapat tentang beberapa hal.

Suami: Kami hanya tidak berdebat. (Ia memegang tangan sang istri dan tersenyum)

Istri: Ya, seperti waktu dia bersiap-siap untuk ke gereja, dia langsung masuk ke mobil dan menunggu saya di depan,  menunggu saya keluar. (Istri tertawa)

Suami: Saya kira kami tidak sepakat tentang hal itu. (Suami tertawa). Itu seperti istriku mengatakan,”Waktumu tidak penting.”

Istri: (mengibaskan tangan suaminya): Jika engkau menolongku menyiapkan anak-anak, kita akan lebih cepat selesai.

Suami: Jadi, itu salah anak-anak? Mengapa ini terjadi waktu anak-anak tidak ikut?

Kami (sambil mencatat dengan tidak sabar): Ceritakan lebih jauh tentang bagaimana cara kalian tidak bertengkar.

Perspektif yang berbeda

Sepanjang kehidupan pernikahan, kami sering kali tidak sepakat dalam pendekatan kami membesarkan anak-anak.

Joy sering berpikir bahwa kami harus mengingatkan anak-anak memakai jaket setiap kali mereka keluar rumah; Tim berpikir mereka harus belajar mengingatnya sendiri, dan jika mereka kedinginan itu bisa menjadi pelajaran.

Joy berpikir kami perlu menginstall software filter internet untuk komputer rumah kami untuk melindungi anak-anak agar tidak mengunjungi situs-situs yang tidak baik secara tidak sengaja; Tim berpikir anak-anak perlu tahu bahwa ada situs-situs seperti itu di sana, tetapi mengembangkan penguasaan diri untuk tidak mengunjunginya.

Berkali-kali, kami mulai menyadari bahwa perbedaan kami merupakan bagian dari ketidaksepakatan tunggal. Dalam hubungan dengan anak-anak, Joy secara insting menempatkan keamanan mereka di atas segalanya, dan Tim secara insting menghargai otonomi mereka.

Tidak ada yang salah dengan perspektif mereka. Masalahnya adalah setiap kita secara insting melakukan pendekatan semua keputusan membesarkan anak dari sudut pandang kita sendiri.

Kita memilih jalan yang berbeda untuk tujuan yang sama: anak yang berkembang dan dewasa.

Selisih Pendapat mengenai Hal Mendasar

Apakah mungkin terdapat beberapa hal mendasar seperti ini, hal-hal tentang ‘blind spot’ yang nyata yang merupakan akar dari percekcokan yang lain?

Kami akhirnya mengidentifikasi 7 hal mendasar yang sering menjadi bahan perselisihan.

Kami mendiskusikan kesimpulan kami dengan pasangan yang lain dan mendapati bahwa mereka juga mengulang 7 hal yang sama. Kemudian selama 2 tahun lebih, ketika kami melakukan perjalanan pelayanan dan menjadi pembicara di pertemuan-pertemuan bagi pasangan suami istri di seluruh negara, kami mensurvey para audiens kami.

Terdapat 7 hal mendasar yang menjadi akar dari hampir semua konflik dalam pernikahan:

  1. Keamanan
  2. Kesetiaan
  3. Tanggung jawab.
  4. Kepedulian
  5. Keteraturan
  6. Keterbukaan
  7. Hubungan

Dalam artikel yang singkat ini, tidak mungkin kita dapat menjelaskan ke 7 konflik, jadi kita hanya akan melihat 1 saja.

Satu contoh: Keamanan 

Dalam pernikahan, salah satu dari saudara akan menempatkan nilai yang tinggi pada keamanan. Rasa aman adalah kebutuhan untuk merasa aman, keinginan untuk mengetahui bahwa saudara dan apa yang saudara miliki dilindungi dari hal-hal yang membahayakan.

Bahaya datang dalam berbagai bentuk: fisik dan emosi, nyata dan imajinasi. Keinginan akan rasa aman secara khusus dapat berupa keinginan akan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan. Perlindungan dalam bentuk yang paling mendasar adalah naluri untuk bertahan hidup, tetapi hal itu juga termasuk keinginan untuk rasa aman, stabilitas dan bahkan kenyamanan.

Pemenuhan kebutuhan adalah suatu kebutuhan yang meyakinkan semua orang di rumah berkecukupan, keinginan akan perlunya menghasilkan uang dan menabung.

Sampah atau Harta 

Mari kita melihat selisih paham dari sepasang suami istri yang kami wawancarai. Saudara mungkin dapat melihat akar ‘rasa aman’ di bawahnya.

Suami: Lihat, apa yang aku temukan di tong sampah. Toaster kita!

Istri: Itu toaster kita yang lama!

Suami: Bukan kamu yang membuangnya, kan?

Istri: Iya, saya yang buang, kita kan baru beli yang baru?

Suami: Bagaimana jika yang baru rusak? Kita perlu punya ‘serep’.

Istri: Jack, gudang kita penuh dengan ‘barang-barang serep’.

Suami: Kenapa kamu buang toaster yang bagus?

Istri: Jika toaster itu masih bagus, kenapa aku beli yang baru?

Suami: Aku gak suka buang-buang barang. Mungkin karena keluargaku tidak punya uang untuk dibakar seperti keluargamu.

Keinginan suami untuk menyelamatkan toaster lama kelihatannya tidak masuk akal bagi istrinya – dan suami juga sulit menjelaskan keinginannya.

Sebenarnya ia tidak menginginkan toaster; ia menginginkan keamanan. Jika satu toaster rusak, sekarang mereka sudah memiliki yang baru. Ke dua toaster dapat disimpan dan masih dapat berfungsi, walaupun tidak berfungsi sempurna. Tetapi argumentasi menjadi semakin panas. Dalam keputusasaannya memberikan penjelasan yang rasional untuk keinginannya, sang suami mengatakan bahwa itu adalah kesalahan istri. Ia boros, dan lebih buruk dari hal itu, ia meniru kebiasaan buruk keluarganya.

“Pertahanan terbaik adalah penyerangan terbaik”, kata sebuah pepatah lama, dan ini dipraktekkan oleh pria ini.

Tetapi ia lupa hikmat dari Amsal:

Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. (Amsal 15:1)

Pasangan ini bisa saja berdebat sepanjang malam tentang segala sesuatu tetapi dasarnya adalah ‘rasa aman’.

Allah Memiliki Rencana Dalam Pernikahan 

Ajaran Alkitab yang paling revolusioner tentang pernikahan bukanlah tentang peran, atau komitmen, atau bahkan resolusi konflik; ajaran Alkitab yang paling mendalam adalah bahwa ada tujuan dalam pernikahan.

Tujuan pernikahan adalah untuk memuliakan Tuhan dengan membantu membentuk kembali kita masing-masing menjadi pribadi yang sesuai kehendak Allah.

Jika kita mengatakan pada diri sendiri bahwa satu-satunya tujuan pernikahan adalah pemenuhan pribadi, maka kita akan melihat semua elemen pernikahan yang tidak terpenuhi sebagai penghalang untuk tujuan itu.

Tetapi bagaimana jika kita mulai mempercayai bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membantu membentuk kembali kita menjadi pribadi seperti yang Tuhan inginkan, dan bahwa konflik dapat memainkan peran positif dalam proses itu? Ketika pemikiran kita berubah, kita juga akan berubah.

Dalam pernikahan kami sendiri, begitu kami belajar mengidentifikasi 7 konflik dan masing-masing menyadari apa yang dihargai orang lain, sikap kami berubah.

Kami ingin membantu memenuhi impian orang lain daripada dengan keras kepala mempertahankan wilayah masing-masing. Keduanya sama-sama  menang.

Oleh Tim and Joy Downs,

Diambil dari: https://www.cru.org/us/en/blog/life-and-relationships/marriage/marriage-why-fight.html

Diterjemahkan oleh RS

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response