KeluargaKomunitas

SEKS DAN DOA

828views

Seks, Doa dan Orang Kristen  Sejati

Jika doa sungguh-sungguh nyata, doa seharusnya menolong kita dalam pergumulan kita mengatasi dorongan hasrat seks dan seksualitas kita, dua diantara hasrat terkuat yang kita miliki (ini bukan hal yang baru!).

Mari kita mulai dengan tujuan Tuhan. Mengapa Dia “menciptakan” seks ? Tahukah saudara, Dia sungguh-sungguh memikirkannya.

Bukan Hugh Hefner atau Penthouse yang menciptakannya. Faktanya, dalam Kejadian 1:27 ditegaskan, “Dan Tuhan menciptakan manusia sesuai gambarNya….pria dan wanita, diciptakanNya.” Anda lihat, seks bukanlah sesuatu yang dipikirkan belakangan, sebagai satu cara menciptakan lebih banyak bayi. Sebaliknya, ini tenunan berkualitas yang sangat diperlukan dalam setiap bahan kehidupan di planet ini. Seks bukanlah pertama hal yang kita lakukan; ini adalah inti dari siapa kita.

Karena itu (dan lebih banyak tentang itu nanti), jika pelanggaran muncul dalam dunia seksual, pelanggaran itu terjadi secara pribadi, sebuah masalah yang jauh lebih serius dari sekedar melanggar tabu yang dipercaya aliran Victoria, sebuah pandangan yang dipegang oleh sebagian besar orang dalam hal dosa seksual.

Maksud Tuhan juga ditunjukkan-Nya dalam Kejadian 2:24 “Oleh sebab itu seorang pria akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, dan mereka keduanya akan menjadi satu daging.” Di sini kita melihat bahwa bersatunya seorang pria dan wanita secara seksual diberkati hanya dalam pernikahan, berlawanan dengan asumsi populer saat ini dimana hubungan seks yang disetujui antara dua orang dewasa adalah baik, atau seburuk-buruknya, netral.

Dengan resiko tampak terlalu ketinggalan jaman di tengah dunia yang penuh dengan perceraian, saya akan memberikan penjelasan tentang tujuan pernikahan secara Alkitabiah. Pernikahan adalah ikatan komitmen antara seorang pria dan seorang wanita seumur hidup, saling mengasihi, disahkan secara hukum dan di hadapan masyarakat. Yang merupakan fondasi dari keseluruhan unit keluarga baru. Sebuah upacara pernikahan bermakna menyampaikan kepada masyarakat, “Jangan mendekati pria ini. Jangan mendekati wanita ini, mereka bukan lagi orang yang bebas. Untuk selanjutnya, mereka terikat satu sama lain.” Dengan kata lain, pernikahan membangun pagar moral yang diberikan Tuhan di sekeliling dua orang.

Karena itu, hubungan seks diluar ‘pagar’ itu tidak terlindungi, dan menjadi subyek dari kesedihan dan kesulitan-kesulitan besar melampaui rentang moral kebahagiaan yang dimaksudkan oleh Tuhan, bagi suami dan istri.

Setidaknya ada tiga  tujuan Tuhan bagi seks dalam pernikahan di antara pasangan suami istri: kesenangan, reproduksi dan pencegahan. Masyarakat kita menggembar-gemborkan seks sebagai kesenangan. Kita lihat Kejadian 18:9-12 di mana Sarah, yang telah lanjut usia, bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia akan dapat menikmati “kesenangan seks” di usia tuanya.  Atau bagaimana dengan Kejadian 26:7,8, di dalam terjemahan Kings James mendeskripsikan Ishak sedang “bercumbu-cumbuan” dengan Ribka? Kemudian ada dalam Ulangan 24:5, di mana seorang pria muda yang sudah menikah dikatakan untuk “menyukakan” istrinya satu tahun lamanya. Terdapat juga dalam seluruh kitab Kidung Pujian, “panduan pernikahan” paling kudus yang pernah dituliskan.

Reproduksi sebagai satu tujuan  seks dalam tidak hanya jelas, akan tetapi juga Alkitabiah: “Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa istrinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan…..” (Kejadian 4:1). Sebelum masa kejatuhan manusia ke dalam dosa, Tuhan telah memberkati perkawinan Adam dan Hawa dan berfirman kepada mereka agar “beranak cucu dan bertambah banyak” (Kejadian 1:28). Seperti demikian adanya dahulu, hingga saat ini, hanya SATU cara memenuhi perintah itu.

Tujuan ketiga perkawinan seksual dalam pernikahan adalah sebagai pencegahan. Mungkin pertanyaan anda, pencegahan dari apa? Satu Korintus 7:2 mengatakan kepada kita, Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Namun, karena adanya perzinahan, setiap laki-laki sebaiknya mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.” Ya, seks dalam pernikahan dianugerahkan untuk mencegah apa yang saat ini begitu luar biasa terjadi: hubungan seks di antara mereka yang tidak menikah satu sama lain.

Perlindungan terhadap pribadi dan masyarakat adalah tujuan Tuhan,

akan tetapi kita manusia terus menerus mengabaikan kasih karunia. Bukankah di sini masalah terbesarnya ? Suatu hal yang baik dan indah karena Tuhan memiliki tujuan yang sedemikian agung terhadap seksualitas, namun kita hidup di dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Dan kita berpikir, memandang, serta melakukan, hal-hal yang kotor, bukankah demikian ? Dan sebagian besar pembaca artikel ini adalah orang Kristen, yang mungkin saja lebih berkomitmen dibanding rata-rata orang Kristen. Kita bergumul setidaknya dengan pikiran-pikiran kita, mata kita dan sebagian dengan perilaku. Pemikiran seperti:  “semua orang melakukannya; kami saling mencintai;  bahwa Tuhanlah yang memberikan kepada kita dorongan ini; jadi ini adalah kesalahan-Nya; dan saya menjadi bingung.”

Sekarang, disinilah doa menjadi begitu penting – saat saya menyadari bahwa sebagai manusia, saya tergoda untuk melakukan dosa (dan terkadang menghasilkan dosa) dengan menyalahgunakan seksualitas pemberian Tuhan di luar konteks yang dimaksudkan, dan demi tujuan yang bukan kehendak-Nya, apakah itu fantasi (pikiran), nafsu (mata), atau perilaku (tubuh).

Anda lihat, doa dan seksualitas atau isu-isu terkait pernikahan bukanlah sesuatu yang asing. Bacalah 1 Petrus 3:7, 1 Korintus 7:3-5, dan Kejadian 24:12-14 jika anda tidak percaya dengan saya. Namun seks dan doa memiliki hubungan lebih dari yang dikatakan dalam ayat-ayat tersebut. Doa juga memberikan pemulihan, pembalikan, dan pencegahan.

Pertama, pemulihan. Mazmur 66:18 sangat menguatkan. “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.” Tidak akan ada pemulihan hingga kita mengakui kita telah berdosa dan perlu dipulihkan. Doa pengakuan dosa oleh Daud dalam Mazmur 51 setelah jatuh dalam dosa seksualnya adalah contoh bagi kita. Jika saya telah melakukan hal ini saya seharusnya tidak berkata, “Baiklah, selagi aku disini, sedang jatuh pula, sekalian saja di sini!”

Tidak, kita datang pada Tuhan dengan hancur hati. Mengaku dosa kita. Mengakui dan percaya bahwa Dia telah mengampuni. Dalam Mazmur 51:17 dikatakan, “Korban sembelihan kepada Allah adalah hati yang hancur; hati yang patah tidak akan kaupandang hina, ya Allah.” Doa adalah cara kita mengakui dosa kita dan berbicara dengan Tuhan tentang bagaimana membersihkannya. Di dalam doalah kita bertobat dari dosa-dosa kita (mengubah tujuan) dan karenanya persekutuan kita dengan Allah Bapa kita yang peduli dan penuh kasih karunia dipulihkan. C.S Lewis menyatakan bahwa pertobatan bukanlah tentang apa yang harus kita lakukan sebelum kita datang kepada Tuhan, pertobatan adalah datang kepada Tuhan itu sendiri.

Doa menolong dalam cara kedua: pembalikan. Kebanyakan dari kita berpikir, “Mungkin Tuhan mengampuni, tapi untuk selamanya aku sudah terluka,” Hal yang paling luar biasa tentang kasih karunia-Nya adalah bahwa Ia tak hanya mengampuni, Dia memberikan awal yang baru. Dia benar-benar dapat membalikkan trauma dosa seksual yang berkelanjutan dalam hidup kita. Yoel 2:25 menyatakan, “Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, tentaraKu yang besar yang kukirim ke antara kamu.”

Faktanya adalah bahwa ketika kita datang pada-Nya dalam doa pertobatan (subyek dari Yoel 2:12-17), Ia melakukan proses pembalikan atas keadaan kita. Ia memberikan arah yang baru. Di dalamnya ada penyembuhan dari racun dosa yang mematikan. Doa adalah sebuah injeksi yang melaluinya penawar Ilahi  dapat mengalir kepada kita, memperbaiki kerusakan yang telah kita lakukan terhadap diri kita sendiri melalui kelemahan dan seringkali pemberontakan kita.

Aspek ketiga dari doa terkait dengan godaan seksual adalah pencegahan. Dua kali Yesus mengatakan, “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan” (Lukas 22:40,46). Doa kerap kali adalah mekanisme meloloskan diri yang kita perlukan untuk menghindari jatuh ke dalam lembah kekelaman di mana kita sering diserang oleh godaan seksual.

Doa memberi kita kekuatan untuk mencegah melakukan dosa juga sebagai pemulihan setelah melakukan dosa. Karena yang pertama jelas lebih disukai daripada yang berikutnya karena menyenangkan dan tidak menyakitkan. Meski sebagian mungkin mengatakan, “Lebih mudah meminta pengampunan daripada meminta ijin,”  penderitaan dan rasa sakit akibat dosa seksual membuat filosofi tersebut jelas tidak benar. Penulis sebuah pujian menyatakannya seperti berikut, ….ku bebas dari seteru di dalam saat yang teduh.” Doa dapat memberikan kita keberanian untuk melawan godaan  seksual.

Kemudian sebagai kesimpulan, seksualitas adalah karunia Tuhan kepada umat manusia untuk diekspresikan ke dalam keintiman penuh di dalam ikatan moral pernikahan. Kita semua bergumul dengan berbagai macam godaan dalam area ini, dan kita semua bisa tersandung dengan cara yang berbeda-beda. Doa menyediakan tiga kesempatan untuk pemulihan, pembalikan dan pencegahan terkait dengan dosa dan godaan seksual.

Kebenaran-kebenaran ini bukan dimaksudkan sebagai satu-satunya yang harus kita mengerti dalam area ini; akan tetapi sangat penting jika kita ingin menjalani kehidupan Kristen yang ‘normal’ di dunia yang amat tak normal/sempurna, namun diberkati ini. Saat godaan seksual datang, setidaknya satu kata yang harusnya segera terpikirkan adalah DOA. 

Oleh Dan Hayes © 2010, CruPress, All Rights Reserved. CruPress.com

diterjemahkan oleh Anna Triyono

https://www.cru.org/us/en/blog/life-and-relationships/dating/sex-prayer-and-the-sincere-christian.html

Jika saudara diberkati dengan Renungan di atas, silahkan klik pilihan di bawah ini :

Atau tuliskan komentar saudara melalui kolom berikut :

Facebook Comments

Leave a Response